Kamis, 03 September 2009

" Kunci-kunci Menjemput Rezeki Halal dan Berkah "


Seperti seekor burung, untuk mendapatkan rezekinya ia harus membuka kuncinya dan menyemputnya.

Berpagi ia terbang meninggalkan sarangnya, hingga sore menjelang, perutnyapun kenyang terisi makanan untuk melanjutkan hidup bersama anak-anaknya esok hari.

Begitu pula kita sebagai manusia, tentu lebih hebat dari seekor burung yang hanya berbekal paruh, kaki dan sayapnya untuk menjemputnya.

Dengan segenap potensi yang ada pada manusia, kita mulai mencari kunci-kunci untukmembuka pintu rezeki kita yang halal dan barakah itu.

Hal pertama yang bisa kita lakukan adalah berdoa.

Berdoa kepada Allah subhanahu wata'ala agar kita selalu berada dalam bimbingan dan hidayah-Nya, memohohan menurunkan rezkinya dari langit atau mengeluarkannya dari dalam bumi. Doa adalah senjata dan doa adalah salah satu cara untuk memohon agar taqdir kita selalu dalam kebaikan, kesuksesan dan ridla Allah ta'ala.

Rasulullah mengajarkan kepada kita doa, "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari lemah dan malas, aku berlindung kepadaMu dari sifat penakut dan kebakhilan, aku berlindung kepadaMu dari lilitan hutang dan penindasan orang." (HR. Abu Daud)

Doa yang Dahsyat, Luar biasa…

Doa yang mengajarkan kepada kita bahwa kita harus kuat, bukan lemah, tegar bukan mudah terombang ambing, menjadi yang memberi bukan yang meminta, menjadi tangan di atas bukan tangan yang di bawah. Menjadi pioner bukan menjadi follower. Menjadi manusia yang selalu optimis memandang kehidupan bukan apatis, bahwa semua hal hakikatnya adalah peluang bagi kita untuk menjadi yang terbaik di bidang yang kita kuasai. Kekurangan kita sesungguhnya menjadi motivasi untuk mencari celah-celah potensi diri. Doa yang mengajarkan percaya diri bukan minder, doa yang mengajarkan untuk menjadi pemberi manfaat untuk manusia lain bukan menjadi benalu mereka. "Khairunnaansi anfa'uhum linnaasi" Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.

Doa ini juga mengajarkan kita untuk selalu sigap, cekatan dan professional, bukan bermalas diri, karena kemalasan termasuk bahaya laten atas manusia, untuk bertumbuh, berkembang dan berdaya. Rasulullah sangat tahu bahwa manusia menyukai gaya hidup santai, berleha-leha dan mudah menyerah. Padahal untuk menyemput nikmat Allah, manusia harus menyingkirkan beragam kemalasan yang menghinggapinya. Kemalasan biasanya diikuti dengan penyakit lain, yaitu menunda. Manakala kedua hal itu sudah menghinggapinya ia akan membunuh setiap niat baik yang akan kita wujudkan untuk menjadi sebuah amal.

Doa ini juga mengajarkan kepada kita berlidung dari sifat penakut. Sifat penakut timbul dari perasaan kecil, hina, inferior dan memandang orang lain "lebih", entah itu berbentuk atasan, pimpinan, bos, rekan kerja atau lainnya. Perasan takut ini bisa menghalangi kita untuk mengatakan kebenaran itu benar dan kesalahan itu salah. Padahal perasakan takut yang hakiki adalah perasaan takut kepada Allah semata. Takut murka Allah karena dosa dan kesalahan kita. Takut rahmat dan nikmatNya tercabut dari diri kita. Takut kita hidup "sendiri" tanpa bimbingan dan hidayahNya.

Doa ini juga mengajarkan kita untuk berlindung dari kebakhilan. Penyakit kronis yang akhirnya menenggalamkan Qarun dalam perut bumi, karena ia telah kufur terhadap nikmat yang telah di terimanya dari Rabbul Alamin, Penguasa seluruh alam.

Sungguh, harta kita sesungguhnya adalah harta yang kita infakkan kepada manusia lain, entah itu berbentuk shadaqah, zakat, hibah atau hadiah.

Kita bisa belajar dari kedermawanan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang menginfaqkan seluruh harta beliau bahkan nyawa untuk Allah ta'ala. Beliau rela hidup sederhana bersama istri-istri beliau untuk Islam. Bahkan pernah tiga purnama beliau tidak mendapati makanan di rumahnya selain, air putih dan kurma.

Subhanallahu, beliau bukannya miskin papa, atau hina dina tanpa harta, karena seperlima rampasan perang adalah hak beliau, namun mengapa demikian? Tak lain karena harta bagi beliau adalah wasilah untuk mengajak manusia ke jalan Allah ta'ala. Harta beliau bukan di hati, tapi hanyalah di tangan, sehingga dengan mudah beliau menginfakkannya fi sabilillah.

Pernah suatu ketika para shahabat gundah ketika beliau membagi-bagi harta beliau kepada para muallaf, untuk menarik hati mereka kepada Islam. Serta merta beliau menasehati para shahabat yang mulia, bahwa bagi mereka Allah dan Rasul-Nya, sementara bagi para mualaf harta dunia yang tak seberapa. Lelehan air matapun berlinang di mata mata para shahabat yang mulia.

Kita juga belajar dari Abu Bakr radliallahu anhu, beliau meninfakkan seluruh hartanya untuk Islam, lalu apakah beliau menjadi miskin? Tidak, sekali lagi tidak. Beliau bertambah kaya, lantaran memberi. Harta tidak pernah berkurang bahkan bertambah-tambah jumlah dan keberkahannya.

Kita juga bisa belajar dari Shahabat Umar bin Al-Khaththab, Usman bin Affan, Alin bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, dan shahabat-shahabat yang lain radliallahu anhum ajmain.

Pendeknya mintalah untuk menjadi penderma, bukan menjadi peminta atau seorang yang bakhil.

Doa ini juga mengajarkan kepada kita untuk berlindung kepada lilitan hutang.

Hutang tidak tercela, apalagi terhadap urusan yang sangat-sangat penting dan mendesak, sementara keuangan kita tidak bisa mengcovernya. Namun hutang haruslah selalu terukur, selalu melihat, apakah kita akan mampu membayarnya? Ataukah kita akan susah untuk membayarnya.

Rasulullah mengajarkan untuk berbuat baik dalam membayar hutang dan menagihnya. Bagi kita yang berhutang, dan telah diberi kemampuan membayarnya, jangan tunda hingga esok hari untuk membayarnya, tapi bagi yang belum mampu hingga jatuh tempo mintalah maaf dan mintalah tenggang waktu untuk melunasinya.

Bagi yang telah sanggup dan menundanya sungguh ia telah berbuat kedzaliman.

Bagi orang yang menghutangi berilah tempo hingga ia mampu, dan ingatlah sesungguhnya ketika seseorang memberi tangguh orang yang hutang, ia telah berbuat kebaikan. Kita berlindung dari lilitan hutang.

Doa ini juga mengajarkan agar kita terlindung dari tekanan dan penindasan manusia. Siapapun kita jika ada pihak lain yang menindas, mengancam, meneror atau apapun kedzaliman lainnya, hati kita akan merasa gundah, tertekan, stress dsb. Maka jalan pertama yang harus kita lakukan adalah, berdoa, dan mulai menenunaikan hak-hak orang lain dengan menunaikan kewajiban kita dan selalu menghitung-hitung diri adakah kedzaliman atas orang lain yang kita perbuat? Sehingga semua hal itu menutup celah manusia berbuat dzalim kepada kita.

Itulah hal pertama yang harus kita lakukan untuk menjemput rezeki yang halal dan berkah.

Wallahu a'lam bish shawaab,

Sumber : Aminuddin, Jakarta, 2 September 2009.

Artikel Yang Berhubungan



1 komentar: