Sabtu, 05 Juni 2010

Mengorbankan Akhirat Demi Rupiah ??

Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh,
Dari Fadil Fuad Basymeleh
Alhamdulillah tadi (hari Sabtu 29 Mei 2010), saya bisa hadir menjadi pembicara di ”Seminar Syariah Ekonomi Islam” di Restoran SAMI KURING Cikarang yang diselenggarakan oleh Forum Komunitas Muslim Karyawan EJIP, dari rencana semula peserta dibatasi maksimum 70 peserta, kenyataannya membludak hingga 98 orang peserta (diluar panitia), itupun katanya banyak yang ditolak saat mendaftar karena keterbatasan ruangan.

Seperti biasa saya sharing tentang konsep bisnis berorientasi akhirat, dengan menjadikan akhirat sebagai tujuan utama saat kita berusaha, yaitu bukan mengejar cita-cita duniawi yang pendek, seperti punya mobil, punya rumah, perusahaan besar, dst… ini cita2 yang terlalu pendek, kita naikkan cita-cita kita ke akhirat. Jika selama ini diajarkan sejak kecil, gantungkan cita-cita setinggi langit, maka sekalian saja naikkan cita-cita kita ke akhirat, kenapa tidak ?
Toh dengan bercita-cita akhirat maka Allah Ta’ala akan membantu memudahkan urusan kita, akhirat dapat dan dunia pasti dapat, sedangkan kalau cita2 hanya dunia maka khawatirnya hanya dapat dunia saja dan di akhirat kita menjadi orang yang rugi besar.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (Asy-Syuuraa 42 : 20)

“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”. (Al A’laa 87 : 16-17)
Banyak yang bertanya kepada saya, bagaimana contoh bekerja dengan orientasi akhirat ? jawabannya banyak sekali.
Bekerja karena ingin menikah, karena ingin menafkahi keluarga, ingin membantu keluarga yang tidak mampu, ingin berhaji, ingin banyak bersedekah seperti si fulan, ingin membangun 100 rumah sakit Islam, ingin menyantuni 1 juta anak yatim, dst…
Ada kisah menarik di zaman tabiut tabiin, seorang ulama besar bernama Abdullah bin Al Mubarak, seorang ulama ahli hadits sekaligus seorang pedagang yang berhasil, beliau rahimahullah ditanya oleh Fudhail bin Iyadh, “Engkau selalu mengajari kami untuk zuhud terhadap dunia, tapi aku lihat engkau sibuk berdagang di pasar2″, Abdullah bin Al Mubarak menjawab bahwa dia semangat berdagang karena ingin menanggung nafkah ulama2 ahli hadits agar para ulama tersebut tetap fokus mengajar ilmu hadits dan tidak sibuk bekerja, karena kalau mereka sibuk bekerja maka mereka tidak lagi memiliki waktu yang cukup untuk mengajarkan hadits.” (Kisah itu disebutkan oleh Imam Az Zahabi dalam kitab SIyar A’alam AN Nubala’ pada biografi Abdullah bin Al Mubarak.)
Lihatlah betapa indahnya cita-cita ini, dan betapa Allah Ta’ala membuktikan janjinya, beliau Rahimahullah justru sukses dalam berdagang, menjadi pengusaha kaya tapi tetap zuhud terhadap dunia, yaitu tidak meletakkan dunia di hatinya, dunia hanya sarana bukan tujuan, beliau mengerti hakekat kehidupan dunia yang fana, dunia hanya wasilah untuk kebahagiaan akhirat.
Contoh motivasi lain adalah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Wajib atas setiap orang muslim untuk bersedekah.” Dikatakan kepada beliau: “Bagaimana bila ia tidak mampu?” Beliau menjawab: “Ia bekerja dengan kedua tangannya, sehingga ia menghasilkan kemanfaatan untuk dirinya sendiri dan (dengannya ia dapat) bersedekah.. .“(Muttafaqun ‘alaih)
Lihat betapa motivasi untuk bekerja hanya karena ingin bersedekah, karena sedekah itu wajib, maka para sahabat setelah mendengar hadits ini mereka langsung pergi ke pasar-pasar mencari kerja, meskipun sekedar menjadi kuli mengangkat barang di punggungnya hanya untuk mendapatkan upah dan dengan upah itu mereka dapat bersedekah.
Banyak dalil2 yang menerangkan janji2 Allah Ta’ala kepada mereka yang berorientasi akhirat, bahwa orang yang berorientasi akhirat akan sukses dunia dan akhiratnya.
Rosulullah Shallallahu` alaihi wa sallam bersabda,
“Artinya : Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, `Wahai anak Adam!, beribadahlah sepenuhnya kepadaKu, niscaya Aku penuhi (hatimu yang ada) di dalam dada dengan kekayaan dan Aku penuhi kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan niscaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak Aku penuhi kebutuhanmu (kepada manusia)” HR. Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang menjadikan kegelisahannya, kegundahannya cita-citanya tujuannya hanya satu, yaitu akhirat, maka Allah akan mencukupi semuanya dari semua keinginannya, Barangsiapa yang keinginannya, cita-citanya bercerai berai kepada keadaan - keadaan dunia, materi duniawi, yang dipikirkan hanya itu saja, maka Allah tidak akan perduli dilembah mana dia binasa”. HR. Ibnu Majah (sanad hasan)
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang obsesinya adalah akhirat, tujuannya akhirat, niatnya akhirat, cita-citanya akhirat maka dia mendapatkan tiga perkara :

- pertama, Allah menjadikan kecukupan dihatinya
- yang kedua, Allah mengumpulkan urusannya
- yang ketiga, dunia datang kepada dia dalam keadaan dunia itu hina

dan barangsiapa yang obsesinya adalah dunia, tujuannya dunia, niatnya dunia, cita-citanya dunia, maka dia mendapatkan tiga perkara :

- yang pertama-tama, Allah menjadikan kemelaratan ada didepan mata
- yang kedua, Allah mencerai-beraikan urusannya
- yang ketiga, dunia tidak datang kecuali yang ditakdirkan untuk dia saja”

HR. At Tirmidzi dan lain-lain (Hadits Shahih)
Nah masikah kita ragu dengan janji-janji Allah Ta’ala diatas ? apakah itu cuma dongen di siang bolong? siapakah yang paling mampu menepati janjinya ? sungguh sayang banyak dari kita yang masih ragu dengan janji2 Allah Ta’ala, kita ikut yakin dengan pameo ini, “zaman ini zaman edan, kalau tidak ikut arus bagaimana kita bisa dapat rezeki ?”, atau “yang haram saja susah, apalagi yang halal”, jadilah suap menyuap menjadi keseharian kita, tanpa ada lagi beban, tanpa merasa dosa, berdusta saat jual beli menjadi hal yang wajar, dst…
Bagaimana mungkin karunia Allah Ta’ala berupa rezeki dapat diraih dengan maksiat ? mungkin rezeki itu akan didapat tapi rezeki itu tidak akan barokah, justru rezeki tersebut akan membawa petaka, istri dibawa lari orang, anak berzina, kita sendiri strok dan merana seorang diri di rumah sakit jiwa, akhir yang buruk yang tidak satupun dari kita menginginkannya.
Perhatikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini,
“Janganlah kamu merasa bahwa rizkimu datangnya terlambat. Karena sesungguhnya, tidaklah seorang hamba akan meninggal, hingga telah datang kepadanya rizki terakhir (yang telah ditentukan) untuknya. Maka, tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizki, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram” (HR Abdur-Razaq, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)

“Sesungguhnya Ruhul Qudus (malaikat Jibril) membisikkan dalam benakku bahwa jiwa tidak akan wafat sebelum lengkap dan sempurna rezekinya. Karena itu hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dan memperbaiki mata pencaharianmu. Apabila datangnya rezeki itu terlambat, janganlah kamu memburunya dengan jalan bermaksiat kepada Allah karena apa yang ada di sisi Allah hanya bisa diraih dengan ketaatan kepada-Nya.” (HR. Abu Zar dan Al Hakim)

Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda, “Wahai sekalian manusia bertakwalah kepada Allah dan carilah nafkah dengan cara yang baik, karena sesungguhnya seseorang tidak akan sekali-kali meninggal dunia sebelum rizkinya disempurnakan, sekalipun rizkinya terlambat (datang) kepadanya. Maka bertakwalah kepada Allah dan carilah rizki dengan cara yang baik, ambillah yang halal dan tinggalkanlah yang haram.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1743 dan Ibnu Majah II: 725 no:2144)

Perhatikan hadits2 diatas, kita disuruh berusaha sungguh2, bekerja, memperbaiki mata pencaharian, meninggalkan yang haram dan kita disuruh bertakwa, rezeki yang ada di langit (dariNya) bukan dicari dengan cara maksiat kepadaNya, tapi kita disuruh untuk bersungguh-sungguh bekerja, memperbaiki cara mencari rezeki dan bertakwa.
Ada satu pengalaman pribadi yang menarik sebagai pembuktian hadits2 diatas, yaitu tidak akan mati seseorang hingga seluruh rezekinya diterima. Kejadiannya terjadi pada ayah saya, yaitu setelah operasi jantung beliau mengalami komplikasi, sempat dirawat diruang ICU selama 30 hari. Beliau sempat koma selama 2 minggu, setelah itu sadar dan meminta “es krim”, dokter mengizinkan saya memberikan es krim tersebut, setelah habis dimakannya beliau koma lagi selama dua hari dan akhirnya meninggal dunia.
Kalau diilustrasikan secara sederhana dari kejadian ini, seolah-olah para malaikat menginventaris kembali rezeki yang harus diterima ayah saya, ternyata ada satu yang tertinggal, yaitu es krim, maka ayah saya dibangunkan, diberi eskrim kemudian nyawanya dicabut setelah seluruh rezekinya diterima. Benar sekali tidak akan mati seorang hama sebelum rezekinya diterima dengan sempurna.
Kejadian ini membuat saya tambah yakin dengan firman Allah Ta’ala dan sabda NabiNya shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas.
Masih ada lagi yang bertanya, untuk apa kita usaha kalau rezeki sudah ditentukan ? jangankan kita, para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bertanya hal yang sama.
Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Setiap kalian telah ditulis tempat duduknya di surga atau di neraka.” Maka ada seseorang dari suatu kaum yang berkata, “Kalau begitu kami bersandar saja (tidak beramal-pent) wahai Rosululloh?”. Maka beliau pun menjawab, “Jangan demikian, beramallah kalian karena setiap orang akan dimudahkan”, kemudian beliau membaca firman Allah, “Adapun orang-orang yang mau berderma dan bertakwa serta membenarkan Al Husna (Surga) maka kami siapkan baginya jalan yang mudah.” (QS. Al Lail: 5-7). (HR. Bukhori dan Muslim). Inilah nasehat Nabi kepada kita untuk tidak bertopang dagu dan supaya senantiasa bersemangat dalam beramal dan tidak menjadikan takdir sebagai dalih untuk bermaksiat dan bermalas-malasan. Kita pasti akan dimudahkan menuju takdir kita, selama kita mengikuti firman Allah Ta’ala dalam surat Al Lail ayat 5-7 tersebut.
Terakhir, marilah kita renungkan firman Allah Ta’ala berikut ini (yang artinya), “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” Qs. An-Nahl : 97
Lihat bahwa jika kita ingin hidup bahagia mendapatkan semua kebaikan (karena ayat tersebut tidak membatasi kebaikan apa, maka ulama menerangkan artinya semua kebaikan, baik rezeki, kebahagiaan, ketenangan jiwa, dst), maka caranya adalah beramal saleh dalam keadaan beriman. Bagaimana kita bisa beriman dan beramal shaleh? mari kita pelajari Al-Quran dan ikuti petunjuk Rasulullah shallalla hu ‘alaihi wa sallam dengan pemahaman yang benar, insyaAllah kita akan selamat.
Wallahu a’alam
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh



Sumber
http://jantungkujuga.dagdigdug.com

Mau dapat uang Gratis, dapat kan di http://roabaca.com/forum/index.php/topic,87.0.html

Artikel Yang Berhubungan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar