Senin, 31 Mei 2010

Sepenggal kisah "Kakek dan Tabungannya"

Assalamu’alaikum wr.wb

Shahabat saya yang baik, semoga hari ini menjadi penentu keberhasilan kita. Melalui karya dan pahatan sejarah yang kita bekas kan kepada alam semesta. Sehingga hukum ketertarikan yang nyata ada didunia, meiyakan dalam wujud amin, terhadap doa dan usaha kita.

Tadi siang tepatnya jam 11.00 wib. Saya masuk ke sebuah Bank di dramaga Bogor. Saya disapa ramah oleh pak Satpam. Kemudian, saya diberikan form dan no antrian. No antrian yang dilaminating kertas berwarna kuning, tetulis rapi hasil printing, font times new roman 118. Setelah saya mengisi no rek adik saya yang di Aceh, kemudian sambil menunggu giliran, saya mencari kursi kosong yang disediakan buat nasabah.

Terdengar suara teller memanggil ”no antrian seratus tiga belas (113)”. Dalam hati saya, alhamdulillah tidak lama lagi. Panggilan antrian pun terus berlanjut. Hingga ke 116. Berdirilah seorang kakek, umurnya mungkin sudah diatas 70. kulitnya sudah mengeriput. Rambutnya telah menunjukan perubahan warna menjadi putih. Memakai baju kemeja putih, dan celana bahan cokelat. Kepala nya tertutup kopiah hitam.

Pak Satpam menyapa ”Ada yang bisa saya bantu pak?” sang kakek mengeluarkan surat berukuran setengah A4, terlaminating, dari kejauhan saya dapat melihat ada pas photo backround merah dan berkopiah hitam, serta baju putih, dalam foto tersebut. ”saya mau ambil pensiunan”.

Pak satpam kemudian bertanya kepada atasannya, apakah bisa melalui bank ini? Karena kakek tersebut juga membawa buku nasabah atas nama beliau sendiri pada bank itu. Kemudian buku tabungan beliau di cek oleh teller. Karena si kakek mau tau berapa uang ditabungan beliau, sebab anaknya bilang sering transfer (tabung kata kakek) kerening kakek itu.

”Antrian seratus delapan belas (118)” teller satunya lagi memanggil no antrian saya. Saya menuju meja teller, menyerahkan form transfer yang telah saya isi berserta dengan uangnya. Sekarang saya semakin dekat berdiri dengan kakek, sehingga terdengar pembicaraan teller dengan kakek.

”Bapak mohon maaf, uang ditabungan bapak tinggal (... tidak terdengar suara siteller) (saya tidak tau berapa persisnya, yang pasti tidak ada yang bisa diambil). Sikakek bilang ”Anak saya bilang dia sering nabung ke no rekening saya”. Teller kemudian menjelaskan ”Bapak, anak bapak bukannya menabung, tapi malah melakukan penarikan lewat ATM”. Teller kembali melanjutkan ”ini tanda penarikan lewat ATM, 1 jt,1jt,500,50, 75,700 ...(sampai halaman terkhir) dan ini sisanya”.

Sang kakek terdiam kaku, beliau sudah sangat tua. Berbicara saja terengah-engah, suara nya sudah tak terdengar. Teller menanyakan lagi ”ATM bapak siapa yang pegang?” kakek menjawab ”Anak saya, dulu saya pernah minta bantuan dia untuk mengambilkan uang satu juta”. ”Anaknya dimana sekarang?” Kakek hanya diam, dan terus bernafas.

”Terima kasih bapak, uang nya telah terkirim, masih ada yang bisa dibantu” Teller yang melayani transaksi saya, menyodorkan kertas warna kuning untuk saya simpan. Saya pun meninggalkan Bank tersebut, sambil melihat kepada sang kakek yang dipenuhi wajah kesedihan.

Sampai diluar, saya tidak langsung pulang, tapi duduk ditangga teras bank tersebut, membuka Netbook untuk cari tau info no telf travel perjalanan Bogor – Bandung. Beberapa saat kemudian, sang kakek keluar dan duduk ditangga juga, 2 meter dari kanan saya. Beliau sampil memasukkan surat-surat dan KTP nya, dalam sebuah amplop. Kepala nya menunduk, melihat keatas, kiri dan kanan.

Saya tinggalkan fokus dengan informasi di situs travel yang sedang saya cari, Dan saya lakukan konekting dengan sang kakek, untuk merasakan dan memahami apa yang beliau fikirkan. Saya langsung merasa (cepat konekting, mungkin karena didalam sudah saya lakukan sebelumnya) ”Perasaan sedih hadir dalam diri saya, mata saya berkaca-kaca, dan butiran bening mengaburi pandangan saya. Selain itu yang muncul dalam diri saya, sebuah pertanyaan mengapa seperti ini dan mengapa t.e.g.a”.

Sang kakek kemudian berdiri dan melankah menuju keluar halaman bank. Dan naik ankot menuju laladon / bubulak.

Ada kesedihan, haru, kasihan dan juga diselimuti marah dalam diri saya. Kesedihan merasakan apa yang dirasakan oleh sang kakek. Kasihan, usia nya yang sungguh sangat dan bukan lagi bisa dikatakan muda, uang yang mungkin bisa beliau nikmati dimasa tua habis.

Sementara kemarahan dalam diri, karena : Bagaimana bisa terjadi, bagaimana bisa t.e.g.a seorang anak berperilaku kepada bapaknya seperti itu? Tapi saya sadar, kemarahan kepada anak si kakek itu, tidak wajar saya marah kepadanya. Karena, pasti ada hal (informasi) yang belum lengkap saya dapatkan, untuk segera saya sikapi demikian.

Saya duduk dan terdiam sejenak. Memory saya kembali kemasa saat-saat detik terakhir bersama keluarga sebelum tsunami. Setelah itu saya melakukan perenungan, bahkan muncul pertanyaan dalam diri, bagaimana dengan kehidupanku saat aku tua seperti beliau kelak? Ada pelajaran dan hikmah yang tersirat dalam diri. Sebuah pesan singkat, bertebaran berupa suara ”Jadilah orang baik”.

Shahabat, mari kita kirimkan doa untuk si kakek, mudah-mudahan masalah yang sedang beliau alami saat ini, segera terbuka pintu penyelesaiannya. Semoga Allah mengangkat derajat, keimanan, ketaqwaan, terampuni dosa, dan diterima amal ibadah beliau, juga kita.. Amin ya Rabbal’alamin.

Bogor 26 mei 2010.


RAHMADSYAH, CM.NLP
Motivator & Mind-Therapist I 081511448147 YM;rahmad_aceh
www.facebook. com/rahmadsyah



Mau dapat uang Gratis, dapat kan di http://roabaca.com/forum/index.php/topic,87.0.html

Artikel Yang Berhubungan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar