Senin, 01 Maret 2010

BERIMAN KEPADA ALLAH


Iman kepada Allah mengandung empat unsur :

1. Beriman kepada wujudnya Allah

Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’, dan indra.

1. Bukti fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta merupakan fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar. Tidak akan berpaling dari tuntutan fitrah ini, kecuali orang yang di dalam hatinya terdapat sesuatu yang memalingkannya.

Rasulullah SAW bersabda :

“Semua bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, ibu bapaknyalah yang menjadikan ia yahudi, nasrani, atau majusi.” (HR. Al-Bukhari).

2. Bukti akal tentang wujud Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa semua makhluk, yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, dan tidak mungkin pula terjadi secara kebetulan. Tidak mungkin wujud itu ada dengan sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan dapat mencipakan dirinya sendiri. Sebelum wujudnya tampak, berarti tidak ada.

Semua makhluk tidak mungkin tercipta secara kebetulan karena setiap yang diciptakan pasti membutuhkan pencipta. Adanya makhluk dengan aturan aturan yang indah, tersusun rapi, dan saling terkait dengan erat antara sebab-musababnya dan antara alam semesta satu sama lainnya.

Semua itu sama sekali menolak keberadaan seluruh makhluk secara kebetulan, karena sesuatu yang ada secara kebetulan, pada awalnya pasti tidak teratur.

Kalau makhluk tidak dapat menciptakan dirinya sendiri, dan tidak tercipta secara kebetulan, maka jelaslah, makhluk-makhluk itu ada yang menciptakan, yaitu Allah Rabb semesta alam.

Allah SWT menyebutkan dalail aqli (akal) dan dalil qath’i dalam surat Ath thur :

“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” ( QS. Ath-thur : 35).

Dari ayat di atas tampak bahwa makhluk tidak diciptakan tanpa pencipta, dan makhluk tidak menciptakan dirinya sendiri. Jadi jelaslah, yang menciptakan makhluk adalah Allah SWT.

Ketika Jubair bin Muth’im mendengar dari Rasulullah SAW yang tengah membaca surat Ath-thur dan sampai kepada ayat-ayat ini :

“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun, ataukah mereka menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Robbmu atau merekalah yang berkuasa?” ( QS. At-Thur : 35-37).

Ia, yang tatkala itu masih musyrik berkata : “hatiku hampir saja terbang. Itulah permulaan menetapnya keimanan dalam hatiku.” (HR. Al-Bukhari).

Dalam hal ini Kami ingin memberikan satu contoh. Kalau ada sesorang berkata kepada anda tentang istana yang dibangun, yang dikelilingi kebun-kebun, dialiri sungai-sungai, dialasi oleh hamparan karpet, dan dihiasi dengan berbagai perhiasan pokok dan penyempurna, lalu orang itu mengatakan kepada anda bahwa istana dengan segala kesempurnaanya ini tercipta dengan sendirinya, atau tercipta secara kebetulan tanpa pencipta, pasti anda tidak akan mempercayainya, dan menganggap perkataan itu adalah perkataan dusta dan dungu. Kini Kami bertanya kepada anda, masih mungkinkah alam semesta yang luas ini beserta apa-apa yang ada di dalamnya tercipta dengan sendirinya atau tercipta secara kebetulan?.

3. Bukti syara’ tentang wujud Allah SWT bahwa seluruh kitab samawi ( yang diturunkan dari langit ) berbicara tentang itu. Seluruh hukum yang mengandung kemaslahatan manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut merupakan dalil bahwa kitab-kitab itu datang dari Robb yang maha Bijaksana dan Mengetahui segala kemaslahatan makhluk-Nya. Berita-berita alam semesta yang dapat disaksikan oleh realitas akan kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab itu juga merupakan dalil atau bukti bahwa kitab-kitab itu datang dati Robb Yang Maha Kuasa untuk mewujudkan apa yang diberitakan itu.

4. Bukti inderawi tentang wujud Allah SWT dapat dibagi menjadi dua:

a. kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya do’a orang-orang yang berdo’a serta penolong-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah. Hal ini menunjukkan secara pasti tentang wujud Alah SWT.

Allah berfirman :

“Dan (ingatlah kisah) Nuh sebelum itu ketika dia berdo’a, dan Kami memperkenankan do’anya, lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” ( QS. Al-Anbiya : 76).

“Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Robbmu, lalu diperkenankannya bagimu …” ( QS. Al-Anfal : 9)

Anas bin Malik t berkata : ” Pernah ada seorang badui datang pada hari jum’at. Pada waktu itu Nabi SAW tengah berkhotbah. Lelaki itu berkata : “Hai Rasul Allah, harta benda Kami telah habis, seluruh warga sudah kelaparan. Oleh karena itu mohonkanlah kepada Allah SWT untuk mengatasi kesulitan Kami. “Rasululah lalu mengangkat kedua tangannya dan berdo’a. tiba-tiba awan mendung bertebaran bagaikan gunung-gunung. Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan turun membasahi jenggotnya. Pada hari jum’at yang kedua, orang badui atau orang lain berdiri dan berkata : ‘Hai Rasulullah, bangunan Kami hancur dan harta bendapun tenggelam, doakanlah Kami ini kepada Allah (agar selamat).’ Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya, seraya berdo’a : “Ya Robbku, turunkanlah hujan di sekeliling Kami, dan jangan Engkau turunkan sebagai bencana bagi Kami.” Akhirnya beliau tidak mengisyaratkan pada suatu tempat kecuali menjadi terang (tanpa hujan).” (HR. Al-Bukhari).

b. Tanda-tanda para Nabi yang disebut mukjizat, yang dapat disaksikan atau didengar banyak orang merupakan bukti yang jelas tentang wujud yang mengutus para Nabi tesebut, yaitu Allah SWT, karena hal-hal itu berada di luar kemampuan manusia. Allah melakukannya sebagai penguat dan penolong bagi para Rasul.

Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukul laut dengan tongkatnya, Musa memukulnya, lalu terbelahlah laut itu menjadi dua belas jalur yang kering, sementara air di antara jalur-jalur itu menjadi seperti gunung-gunung yang bergulung. Allah berfirman, yang artinya :

“Lalu Kami mewahyukan kepada Musa : “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.” ( QS. Asy-Syuara’ : 63).

Contoh kedua adalah mukjizat Nabi Isa AS ketika menghidupkan orang-orang yang sudah mati; lalu mengeluarkannya dari kubur dengan izin Allah.

Allah SWT berfirman yang artinya :

“… dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah…” (QS. Al-Imran : 49).

” … dan (ingatlah) ketika kamu mengeluarkan orang mati dari kuburnya (menjadi hidup) dengan izinKu ..” ( QS. Al-Maidah : 110).

Contoh ketiga adalah mukjizat Nabi Muhammad SAW ketika kaum Quraisy meminta tanda atau mukjizat. Beliau mengisyaratkan pada bulan, lalu terbelahlah bulan itu menjadi dua, dan orang-orang dapat menyaksikannya.

Allah SWT berfirman tentang hal ini yang artinya :

“Telah dekat (datangnya) saat (kiamat) dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrik) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata : “(ini adalah) sihir yang terus-menerus.” (QS. Al-Qomar 1-2).

Tanda-tanda yang diberikan Allah, yang dapat dirasakan oleh indera kita itu adalah bukti pasti wujudNya.

Sumber
http://yudhim.dagdigdug.com

Artikel Yang Berhubungan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar